Senin, 10 Februari 2020

KEBAHAGIAAN YANG HAKIKI

KEBAHAGIAAN  YANG HAKIKI
(lokman Muchsin)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kebahagian  dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan serta kepuasan spiritual yang sempurna,  karena   tidak ada lagi yang mengganggu perasaan dan pikiran serta kesehatan fisik atau psikis   sehingga hidup merasa tenang serta damai. Ia merupakan   anugerah  Allah  Yang Maha Pemurah, namun tidak diberikan secara cuma-cuma, harus ada usaha terlebih dahulu untuk mendapatkan kebahagian itu.
Seseorang yang telah berhasil mencapai tujuan  atau memperoleh hasil usaha  atau memiliki sesuatu  yang sesuai dengan  keinginan  nalurinya atau sesuai dengan keinginan perasaan (hatinya) atau sesuai dengan apa yang dipikirkannya, pastilah orang tersebut akan merasa senang, namun semua itu belum tentu akan membuatnya memiliki kehormatan (mulia), apalagi  memilki kebahagian.
Materi menjadi bagian dari unsur kebahagiaan, tetapi materi bukanlah sebagalanya. Islam pada dasarnya memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan. Harta dan kekuasaan yang dimilikinya tidak  akan mendatangkan kebahagian kalau misalnya  tidak  disertai kesehatan fisik dan rohani.
Peranan iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada takdir - qodar baik dan buruknya, menjadikan seseorang memiliki pijakan dalam hidupnya. Keimanan inilah   yang mendorong  seseorang  untuk mewujudkan tujuan hidupnya itu (kebahagian hidup didunia dan akhirat) dengan berbuat amal kebajikan berlandaskan  kekuatan ilmu dan  akhlaq yang mulia.

·         Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Bukannya yang dinamakan kaya itu karena banyaknya harta, tetapi yang dinamakan kaya -yang sebenarnya- ialah kayanya jiwa." (Muttafaq 'alaih)

Kebahagiaan dunia adalah sedikit dan tidak kekal, sementara kebahagian akhirat adalah banyak dan abadi. Kebahagiaan didunia hanya sebagai sarana untuk dapat mencapai kebahagiaan akhirat. Bagi orang-orang yang hanya menginginkan kebahagian dunia saja, ia pun akan memperolehnya, namun diakhirat kelak yang didapatnya hanyalah siksa neraka.  Di dalam surga tidak ada sama sekali usaha sebagaimana kehidupan dunia yang penuh resiko dan konsekwensi, dimana suatu saat kebahagiaan dapat berganti menjadi kedukaan dan  kehormatan/kemuliaan dapat berganti menjadi kehinaan.   Allah Ta’ala berfirman :

اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ ......
·         Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat?  Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit." -. At-Taubah (9): 38)

فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ......
·         Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Al Baqarah (2): 200
Kebahagian akhirat merupakan  balasan atas keshalihan hamba selama hidup di dunia. Kebahagiaan yang ada di surga yang lebih besar dan banyak  serta kekal sifatnya. Maka pergunakanlah waktu hidup di dunia  untuk mecari bekal untuk kehidupan di akherat.   Firman Allah Ta’ala
·         Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  Q.S. Al Hars (59): 18

Kebahagian yang hakiki, adalah kebahagiaan dunia - akhirat  yaitu kepuasan lahiriyah dan bathiniyah.   Kebahagian yang hakiki  akan diperoleh karena adanya hubungan timbal balik antara manusia dengan Allah Yang Maha Pemurah  dan hubugan timbal balik antara sesama manusia
Kita senantiasa  ridha  dalam berbakti kepada  Allah SWT dan menerima segala qadha dan qadar serta ujian yang datang dari  Allah dan kemudian  sebagai balasan  Allah pun akan ridha atas apa yang telah dilakukan hamba-Nya..
·         Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. Q.S. Al Bayyinah (98): 7-8
·         Nabi  s.a.w. pernah bersabda:  Sesungguhnya besarnya pahala tergantung dengan besarnya ujian. Sesungguhnya, apabila Allâh mencintai suatu kaum, maka Dia akan mengujinya. Siapa yang ridha dengan ujian itu, maka ia akan mendapat keridhaan-Nya. Siapa yang membencinya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya  - HR. at-Tirmidzi no. 2396 dan Ibnu Mâjah no. 4031 (Ash-Shahîhah
·         H.R.   dari Abu Hurairah, ia berkata:   Nabi s.a.w. telah bersabda,”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”.
 Ridha kepada Allah dimaksudkan ketika berbakti kepada-Nya hendaklah  sesuai dengan  apa yang diperintahkan dan dicontohkan. Begitu juga ketika berinteraksi sesama manusia hendaklah juga dilakukan dengan  ikhlas (tidak riya’ dan mengharapkan pujian) dan ikhsan  ("Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun kita tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat kita)
Dalam hubungan sesama manusia, peranan harta, kekuasaan dan ilmu yang kita miliki, bahkan badan   atau diri kita sendiri, ada ketentuan yang harus kita perhatikan:
·         Harta yang halal didalamnya terdapat hak orang lain, karenanya harus dikeluarkan dengan cara berinfak, bersedekah dan mengeluarkan zakat. 
·         Kedudukan  atau kekuasaan, digunakannya untuk membantu orang lain dalam hal menolak bahaya ataupun memberikan manfaat kepada orang lain..
·         Ilmu, yakni memberikan ilmu bermanfaat yang diketahuinya kepada orang lain, dengan cara mengajarkannya.
·         Badan,  secara fisik dan mental digunakan untuk tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Kebahagian menurut Ibnu Abbas r.a.: Suatu hari, Ibnu Abbas  r.a ditanya oleh para Tabiin tentang apa yang dimaksud dengan kebahagiaan. Ia menjawab bahwa ada 7 tanda kebahagiaan hidup seseorang di dunia (setelah disingkat):
Hati yang selalu bersyukur.    Selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada yang mengganggu pikiran dan perasaannya.   Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita. Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi.
Suami-istri suami yang sholeh. Suami  yang shaleh pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Seorang istri yang sholehan, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya
Memiliki anak yang baik. Amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah.
Hidup di  lingkungan yang kondusif untuk iman kita. Bergaul dengan  orang-orang yang shaleh yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita,  mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.
 Memilki harta yang halal.    Harta bukanlah banyaknya  yang  penting  tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Orang yang hartanya halal,  doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya.
Memiliki semangat untuk memahami agama. Semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan menghidupkan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman.
Umur  panjang  yang barokah. Umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat  maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah.
Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya karena  tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya; pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, Sumber: https://nurulnubuww.wordpress.com/2011/12/07/tujuh-tanda-kebahagiaan-menurut-ibnu-abbas-ra/

Kebahagian menjadi bahan ujian atas keimanan, kesabaran dan rasya syukur.  Semakin kuat iman seseorang, semakin  berat ujian yang akan dialaminya baik  melalui suatu kebaikan atau suatu keburukan.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ
·         “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” QS.Al-Ankabut (29): 2.
   وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُم·   وَالصَّابِرِينَ   وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ 
       Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan yang bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu –Muhammad (47): 31

            Diuji dengan kebaikan artinya kebahagian yang dimiliki seseorang (dirinya, anaknya,  hartanya dan kekuasaan yang dimilikinya dsb.), akan  menjadi bahan ujian atas keimanan seseorang,  apakah ia semakin mendekatkan diri kepada Allah, tetap berbakti,   dan bersyukur dan qonaah  ( puas dengan apa adanya dan tetap berusaha-) atau terjadi sebaliknya dia  menjadi lupa diri mengeluh  atau kufur nikmat.

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
·      Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai ujian dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.  Al Anfaal (8):28
Diuji dengan keburukan artinya kebahagian akan diuji dengan datangnya   malapetaka, kesengsaraan, kematian dan lainnya. Apabila ujian itu  dapat dilalui dengan  bersabar,   tetap tawakkal, tidak putus asa, sehingga tetap bersemangat untuk bangkit kembali, senantiasa memohon petunjuk dan pertolongan Allah serta mengharapkan   keberkahan dan rahmat-Nya
·       Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (ujian) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.  Al Baqarah (2): 214

·      “Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS : An-Nahl : 96)

·      Doa Sapu Jagad:
رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka.

Mari sama–sama kita renungkan  dan amalkan
Tulisan diatas merupakan ringkasan dari tulisan dengan judul “Rasa Bahagia – Kebahagiaan” ( pengertian, kebagiaan dunia,kebahagian akhirat, kebagian yang hakiki, kebahagian sebagai bahan ujian, tanda-tanda kebagian).

Sumber: www.lokmanmuchsin.blogspot.com